MAKALAH EKONOMI INDUSTRI
MAKALAH EKONOMI INDUSTRI
Diajukan sebagai tugas mata kuliah
EKONOMI INDUSTRI
OLEH :
NAMA : M.ARIF ARIFIN RAIS
STAMBUK : 15021014073
PROGRAM
STUDI : TEKNIK
INDUSTRI
FAKULTAS : TEKNIK
EKONOMI
INDUSTRI
FAKULTAS
TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS
ISLAM MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah
sederhana yang berjudul “EKONOMI
INDUSTRI” ini dapat terselesaikan.
Karya Tulis Ilmiah sederhana ini ditulis
sebagai salah satu syarat untuk melengkapi tugas EKONOMI INDUSTRI. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
tidak lepas dari kesalahan, bimbingan dan dukungan dari dosen dan orangtua saya. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terimakasih kepada.
1.
A.Haslinda,
ST.,MSI
2.
Orang tua
yang telah memfasilitasi saya.
3.
Teman-teman
sejurusan.
4.
Serta
pihak-pihak yang telah membantu saya dalam pembuat makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam pembuatan Makalah
ini belum sempurna, maka dari itu saya menghargai kritik dan saran dari semua
pembaca demi kelengkapan dan kesempurnaan Makalah ini. Semoga dengan adanya
Makalah ini, kita dapat menambah pengetahuan tentang Dasar Sistem Komputer.
Makassar, 18 November 2016
Penulis,
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang Penulisan ....................................................... ... ...........
1.2 Rumusan
Masalah .................................................................................
1.3 Tujuan
Penulisan ..................................................................................
1.4 Manfaat
Penulisan .................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Industrialisasi
Berbasis Pertanian .........................................................
2.2 Tantangan yang Dihadapi Sektor
Industri ............................................
2.3 Strategi
Industri: Dari Substitusi Impor Ke Substitusi Ekspor ...............
2.4 Kebijakan
dan Strategi Pengembangan Industri Nasional ...................
2.5 Kebijakan
Pengembangan Industri Kecil dan Menengah .....................
2.6 Strategi
Baru dalam Mengahadapi ACFTA: Mendorong Kemandirian
2.7 Butir-Butir
Kebijakan Pengembangan Industri .....................................
2.8 Alternatif
Strategi Industrialisasi ...........................................................
BAB III PENUTUP
3.1. Simpulan
...............................................................................................
3.2. Saran
....................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penulisan
Era
globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi,
berdampak sangat ketatnya persaingan dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan
usaha. Produk-produk hasil manufaktur di dalam negeri saat ini begitu keluar
dari pabrik langsung berkompetisi dengan produk luar, dunia usaha pun harus
menerima kenyataan bahwa pesatnya perkembangan teknologi telah mengakibatkan
cepat usangnya fasilitas produksi, semakin singkatnya masa edar produk, serta
semakin rendahnya margin keuntungan. Dalam melaksanakan proses pembangunan
industri, keadaan tersebut merupakan kenyataan yang harus dihadapi serta harus
menjadi pertimbangan yang menentukan dalam setiap kebijakan yang akan dikeluarkan,
sekaligus merupakan paradigma baru yang harus dihadapi oleh negara manapun
dalam melaksanakan proses industrialisasi negaranya.
Atas
dasar pemikiran tersebut kebijakan dalam pembangunan industri Indonesia harus
dapat menjawab tantangan globalisasi ekonomi dunia dan mampu mengantisipasi
perkembangan perubahan lingkungan yang cepat. Persaingan internasional
merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara, sehingga fokus strategi
pembangunan industri pada masa depan adalah membangun daya saing sektor industri
yang berkelanjutan di pasar domestik.
Dalam situasi yang seperti itu, maka untuk mempercepat proses industrialisasi,
menjawab tantangan dari dampak negatif gerakan globalisasi dan liberalisasi
ekonomi dunia, serta mengantisipasi perkembangan di masa yang akan datang,
pembangunan industri nasional memerlukan arahan dan kebijakan yang jelas.
Kebijakan yang mampu menjawab pertanyaan, kemana dan seperti apa bangun
industri Indonesia dalam jangka menengah, maupun jangka panjang.
Dari
berbagai permasalahan yang telah dijelaskan di atas penulis menarik sebuah
judul yaitu “Strategi Industrialisasi
Indonesia”
1.2 Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini yaitu strategi seperti apa yang perlu
dilakukan dalam mengahadapi berbagai tantangan dan persaingan global dalam
kaitannya dengan industrialisasi di Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu:
•
memenuhi persyaratan dalam mata kuliah
ekonomi industri yaitu tugas kelompok
•
agar mahasiswa dapat mengetahui
strategi-strategi dalam menghadapi berbagai persaingan dibidang industri
•
agar mahasiswa dapat menjadikan pelajaran
yang tersirat dalam makalah ini sebagai sebuah acuan dalam menghadapi tantangan
industri global
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dalam penulisan makalah ini
yaitu:
•
Terpenuhinya persyaratan mata kuliah ekonomi
industri yaitu tugas kelompok
•
Mahasiswa dapat mengetahui berbagai strategi
dalam menghadapi tantangan dan persaingan industri global
•
Mahasiswa mendapat suatu pelajaran yang dapat
dijadikan suatu acuan dalam menghadapi berbagai tantangan dan persaingan
industri global
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Industrialisasi
Berbasis Pertanian
Tidak
dapat diingkari bahwa krisis ekonomi yang dialami Indonesia selama periode
1997-1999, salah satu penyebabnya adalah karena kesalahan strategi
industrialisasi selama pemerintahan orde baru yang tidak berbasis pada sektor
yang mana Indonesia mamiliki keunggulan komparatif yang sangat besar, yaitu
pertanian. Selama krisis terbukti bahwa sektor pertanian masih mampu memiliki
laju pertumbuhan yang positif, walaupun dalam persentase yang kecil. Sedangkan
sektor industri manufaktur mengalami laju pertumbuhan yang negatif di atas satu
digit.
Ada
beberapa alasan kenapa pembangunan sektor pertanian yang kuat esensial dalam
proses industrialisasi di Negara seperti Indonesia, yakni sebagai berikut:
1. Sektor
pertanian yang kuat, berarti ketahanan pangan terjamin. Hal ini merupakan salah
satu prasyarat penting agar proses industrialisasi pada khususnya dan
pembangunan ekonomi pada umumnya bisa berlangsung dengan baik.
2. Dari sisi permintaan
agregat, pembangunan sektor pertanian yang kuat membuat tingkat pendapatan riil
perkapita di sektor tersebut tinggi.
3. Dari sisi
penawaran, sektor pertanian merupakan salah sumber input bagi sektor industri
manufaktur yang mana Indonesia memiliki keunggulan komparatif. Dalam perkataan
lain, lewat keterkaitan produksi, pertumbuhan produktivitas atau output di
sektor pertanian bisa menjadi sumber pertumbuhan output di sektor industri
manufaktur.
2.2 Tantangan
yang Dihadapi Sektor Industri
Tantangan utama yang dihadapi oleh industri
nasional saat ini adalah kecenderungan penurunan daya saing industri di pasar
internasional. Penyebabnya antara lain adalah meningkatnya biaya energi,
ekonomi biaya tinggi, penyelundupan serta belum memadainya layanan birokrasi.
Tantangan berikutnya adalah kelemahan struktural sektor industri itu sendiri,
seperti masih lemahnya keterkaitan antar industri, baik antara industri hulu
dan hilir maupun antara industri besar dengan industri kecil menengah, belum
terbangunnya struktur klaster (industrial cluster) yang saling mendukung,
adanya keterbatasan berproduksi barang setengah jadi dan komponen di dalam
negeri, keterbatasan industri berteknologi tinggi, kesenjangan kemampuan
ekonomi antar daerah, serta ketergantungan ekspor pada beberapa komoditi
tertentu.
Sementara itu, tingkat utilisasi kapasitas produksi
industri masih rata-rata di bawah 70 persen, dan ditambah dengan masih
tingginya impor bahan baku, maka kemampuan sektor industri dalam upaya
penyerapan tenaga kerja masih terbatas.
Di sisi lain, industri kecil dan menengah
(IKM) yang memiliki potensi tinggi dalam penyerapan tenaga kerja ternyata masih
memiliki berbagai keterbatasan yang masih belum dapat diatasi dengan tuntas
sampai saat ini. Permasalahan utama yang dihadapi oleh IKM adalah sulitnya
mendapatkan akses permodalan, keterbatasan sumber daya manusia yang siap,
kurang dalam kemampuan manajemen dan bisnis, serta terbatasnya kemampuan akses
informasi untuk membaca peluang pasar serta mensiasati perubahan pasar yang
cepat.
2.3 Strategi
Industri: Dari Substitusi Impor Ke Substitusi Ekspor
a. strategi
inward vs outward-looking
sejarah perdagangan mencatat beragamnya
strategi kebijakan yang di anut masing-masing Negara. Ada yang berusaha memacu
pembangunan ekonomi melalui espansi perdagangan internasional dan sekaligus
membuka pintu lebar-lebar terhadap investasi asing, bantuan luar negeri dan
imigrasi.di lain pihak, tak sedikit negara membangun perekonomiannya dengan
menerapkan strategi industrialisasi substitusi impor dan menggunakan
perencanaan ekonomi sebagai prisain untuk menangkis pengaruh eksternal yang
dianggap mengganggu dan tidak dikehendaki.
Perbedaan
strategi outward vs inward- looking.
Strategi outward-looking
1. perdagangan bebas dan kebijakan ekspansi
ekspor
2. kebijakan ekonomi tipe terbuka
3. kebijakan pintu terbuka terhadap
bantuan luar negeri ke sektor pemerintah
4. kebijkan pintu terbuka terhadap PMA
5. kebijakan pintu terbuka terhadap
imigrasi
Strategi inward-looking
1. kebijakan
proteksionis dan substitusi impor
2. kebijakan
ekonomi dalam negeri tipe tertutup
3. ketergantungan pada tabungan falam
negeri dan swasembada sumber daya
4. hambatan terhadap PMA
5. hambatan terhadap imigrasi (M. Kuncoro, 2007:112)
Berbagai jenis industri
yang dikembangkan di Indonesia sangat beraneka sehingga tidak mudah untuk
dianalisis. Jenis industri manufaktur di Indonesia terdiri dari :
- Industri padat karya, dengan ciri-ciri : penyerapan tenga kerja tinggi,berorientasi ekspor, sebagian besar dimiliki swasta, dan tingkat konsentrasi yang rendah.
- Industri padat modal dan tenaga trampil, dengan ciri-ciri : berorientasi pasar domestik, sebagian besar kendali ada di pemerintah atau PMA, dan tingkat konsentrasi yang tinggi.
- Industri padat sumber daya alam, dengan ciri-ciri : orientasi ekspor yang tinggi, sebagian besar kepemilikan di tangan swasta, dan tingkat konsentrasi yang rendah.
- Industri padat teknologi, dengan ciri-ciri : semakin berorientasi ekspor, kepemilikan ada di tangan asing dan swasta, kandungan impor dan tingkat konsentrasi yang tinggi.
2.4 Kebijakan dan
Strategi Pengembangan Industri Nasional
Arah kebijakan pembangunan industri nasional
mengacu kepada agenda dan prioritas pembangunan nasional Kabinet Indonesia
Bersatu. Dalam kerangka tersebut, maka visi pembangunan industri nasional dalam
jangka panjang adalah membawa Indonesia untuk menjadi sebuah negara industri
tangguh di dunia dengan visi antara yaitu Pada tahun 2024 Indonesia menjadi
Negara Industri Maju Baru.
Untuk mewujudkan visi tersebut, sektor
industri mengemban misi sebagai berikut:
1. Menjadi
wahana pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat;
2. Menjadi
dinamisator pertumbuhan ekonomi nasional;
3. Menjadi
pengganda kegiatan usaha produktif di sektor riil bagi masyarakat;
4. Menjadi
wahana untuk memajukan kemampuan teknologi nasional;
5. Menjadi
wahana penggerak bagi upaya modernisasi kehidupan dan wawasan budaya
masyarakat;
6. Menjadi
salah satu pilar penopang penting bagi pertahanan negara dan penciptaan rasa
aman masyarakat.
Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu
-Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri;
-Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri;
-Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian;
-Mendukung perkembangan sektor infrastruktur;
-Meningkatkan kemampuan teknologi;
-Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk; dan
-Meningkatkan penyebaran industri.
Bertitik tolak dari hal-hal tersebut dan
untuk menjawab tantangan di atas maka kebijakan dalam pembangunan industri
manufaktur diarahkan untuk menjawab tantangan globalisasi ekonomi dunia serta
mampu mengantisipasi perkembangan perubahan lingkungan yang sangat cepat.
Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara
berkembang, termasuk Indonesia, sehingga fokus dari strategi pembangunan
industri di masa depan adalah membangun daya saing industri manufaktur yang
berkelanjutan di pasar internasional. Untuk itu, strategi pembangunan industri
manufaktur ke depan dengan memperhatikan kecenderungan pemikiran terbaru yang
berkembang saat ini, adalah melalui pendekatan klaster dalam rangka membangun
daya saing industri yang kolektif.
Industri manufaktur masa depan adalah
industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya
kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang
wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi
juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta
profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage).
Bangun susun sektor industri yang diharapkan
harus mampu menjadi motor penggerak utama perekonomian nasional dan menjadi
tulang punggung ketahanan perekonomian nasional di masa yang akan datang.
Sektor industri prioritas tersebut dipilih berdasarkan keterkaitan dan kedalaman
struktur yang kuat serta memiliki daya saing yang berkelanjutan serta tangguh
di pasar internasional.
Pembangunan industri tersebut diarahkan pada
penguatan daya saing, pendalaman rantai pengolahan di dalam negeri serta dengan
mendorong tumbuhnya pola jejaring (networking) industri dalam format klaster
yang sesuai baik pada kelompok industri prioritas masa depan, yaitu: industri
agro, industri alat angkut, industri telematika, maupun penguatan basis
industri manufaktur, serta industri kecil-menengah tertentu.
Pengembangan industri agro dalam jangka
menengah adalah ditujukan untuk memperkuat rantai nilai (value chain) melalui
penguatan struktur, diversifikasi, peningkatan nilai tambah, peningkatan mutu,
serta perluasan penguasaan pasar. Sedangkan dalam jangka panjang, difokuskan
pada upaya pembangunan industri agro yang mandiri dan berdaya saing tinggi.
Pengembangan industri alat angkut dalam
jangka menengah adalah memfokuskan peningkatan kemampuan industri komponen, dan
untuk jangka panjang selanjutnya diarahkan pada pembangunan kapasitas nasional
di bidang teknologi agar memiliki kemandirian dalam rancang bangun (design) dan
rekayasa (engineering) komponen, sub-assembly, maupun barang jadi.
Pengembangan industri telematika dilakukan
dengan membangun sentra-sentra industri telematika, aliansi strategis, serta
peningkatan kemampuan sumber daya manusia. Diharapkan dalam jangka panjang,
industri telematika Indonesia dapat menjadi basis produksi industri telematika
global.
Perkuatan basis industri manufaktur ditujukan
bagi kelompok industri yang telah ada dan sudah berkembang saat ini, agar
ketergantungannya terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia yang
relatif kurang terampil menjadi berkurang, industri pada kelompok ini harus
didorong agar mampu menjadi industri kelas dunia.
Basis industri manufaktur perlu
direstrukturisasi dan dikonsolidasikan segera agar efisiensi dan daya saingnya
di dunia internasional meningkat, selain itu untuk jangka panjang, perlu
didorong terselenggaranya peningkatan kemampuan penelitian dan pengembangan
(R&D), teknologi dan desain di industri, dalam rangka membangun kemampuan
bersaing jangka panjang.
Dengan memperhatikan permasalahan yang
bersifat nasional baik di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka peningkatan
daya saing, maka pembangunan industri nasional yang sinergi dengan pembangunan
daerah diarahkan melalui dua pendekatan. Pertama, pendekatan top-down yaitu
pembangunan industri yang direncanakan (by design) dengan memperhatikan
prioritas yang ditentukan secara nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah.
Kedua, pendekatan bottom-up yaitu melalui penetapan kompetensi inti yang
merupakan keunggulan daerah sehingga memiliki daya saing. Dalam pendekatan ini
Departemen Perindustrian akan berpartisipasi secara aktif dalam membangun dan
mengembangkan kompetensi inti daerah tersebut. Hal ini sekaligus merupakan
upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, yang pada gilirannya
dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran.
2.5 Kebijakan
Pengembangan Industri Kecil dan Menengah
Industri Kecil dan Menengah (IKM) mempunyai
peran yang strategis dalam perekonomian nasional, terutama dalam penyerapan
tenaga kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat serta menumbuhkan aktivitas
perekonomian di daerah. Di samping itu, pengembangan IKM merupakan bagian
integral dari upaya pengembangan ekonomi kerakyatan dan pengentasan kemiskinan.
Adapun tujuan pengembangan IKM adalah (1)
Meningkatkan kesempatan berusaha, lapangan kerja dan pendapatan; (2) Memperkuat
struktur industri; (3) Meningkatkan IKM berbasis hasil karya intelektual
(knowledge-based); (4) Meningkatkan persebaran industri; dan (5) Melestarikan
seni budaya kegiatan produktif yang ekonomis.
Bagi IKM, peningkatan kemitraan, baik dalam
bidang pemasaran, teknologi maupun permodalan perlu segera dilakukan.
Fasilitasi pemerintah masih tetap sangat diperlukan dan dalam intensitas yang
tinggi. Pengembangan IKM perlu dilakukan secara terintegrasi dan sinergi dengan
pengembangan industri berskala menengah dan besar, karena kebijakan
pengembangan sektoral tidak bisa mengkotak-kotakkan kebijakan menurut skala
usaha. Untuk itu strategi pengembangan IKM dilaksanakan melalui (1)
Pemberdayaan IKM yang sudah ada; (2) Pembinaan IKM secara terpadu; dan (3)
Meningkatkan keterkaitan IKM dengan industri besar dan sektor ekonomi lainnya
2.6 Strategi Baru
dalam Mengahadapi ACFTA: Mendorong Kemandirian
Dengan strategi baru industrialisasi, seperti
gambaran itu juga dapat mendorong kemandirian pertumbuhan industri nasional
dengan target penguasaan dan pendalaman teknologi tepat guna baik teknologi
tinggi, menengah, maupun sederhana bergantung pada kebutuhan skala ekonomi dan
prioritas. Terlebih lagi dalam menghadapi ACFTA, langkah untuk menggalakkan
produksi dalam negeri yang berulang-ulang disuarakan kalangan pemerintah,
pengamat, dan dunia usaha patut didukung. Tapi semestinya dikaitkan juga dengan
sebuah grand strategy untuk kebangkitan dan kemandirian industri nasional dalam
berbagai skala usaha (kecil, menengah, dan besar) dengan pengembangan,
penguasaan, dan pendalaman teknologi tepat guna yang dibutuhkan. Itu biasanya
akan dikritik bahkan disabet oleh kalangan ekonom neolib domestik maupun asing
karena terutama kalangan asing tak mau kehilangan pangsa pasar produk barang
dan jasa mereka.
Dalam perspektif itulah keperluan strategi
baru industrialisasi yang menekankan kemandirian ekonomi dan industri nasional
sebagai kelanjutan berkembangnya ekonomi rakyat (karena bermitra dengan usaha
besar nasional maupun asing) sehingga menciptakan pertumbuhan yang lebih
berkelanjutan dan berkualitas. Hal ini karena secara empiris, ekonomi yang
bertumpu ekonomi rakyat yang berbasis luas akan memiliki multiplier effect yang
lebih tinggi. Oleh karena itu, perusahaan skala besar nasional maupun asing
akan sangat dibutuhkan mendongkrak transfer teknologi, manajemen, dan
pengetahuan.
2.7
Butir-Butir Kebijakan Pengembangan Industri
Dengan memperhatikan pentingnya wawasan dan
pola pikir dan bertolak dari hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai sampai
saat ini, potensi yang dimiliki bangsa dan Negara Indonesia, serta lingkungan
strategis saat itu dan kecenderungan perkembangannya, sembari memperhatikan
kelestarian lingkungan, maka digariskan kebijakan pola pengembangan industri
nasional sebagai berikut:
a. Kebijakan strategis utama
Kebijakan strategis utama berupa pola pengembangan
Industri Nasional yang terdii dari 6 butir kebijakan sebagai berikut:
1.
Pendalaman struktur industri
Yang perlu dilakukan adalah pengembangan
industri yang sejauh mungkin dikaitkan dengan sector ekonomi lainnya; upaya ini
untuk dapat mengembangkan idustri hulu, antara, menengah, dan kecil. Dengan
demikian langkah ini dapat memperdalam struktur industri nasional. Apabila
didalam neeri tidak terdapat bahan baku, maka bahan baku tersebut dapat
diimpor, asalkan bahan baku tersebu tersedia secara memadai diluar negeri
seperti kapas, gandum, garam industri, kulit. Selain itu, harus diupayakan agar
bahan baku tersebut juga dapat diperoleh dari beberapa Negara sehingga tidak
akan terjadi ketergantungan pada satu-dua Negara penghasil saja.
2. Pengembangan
industri permesinan dan elektonika
Kebijakan kedua adalah pengembangan industri
permesinan, mesin peralatan pabrik, mesin-mesin listrik, elektronika, utamanya
yang mempunyai pasar yang jeas dan berulang – baik dalam negeri maupun ekspor –
dan berkembang, melalui penerapan standard an penguasaan rangcang bangun dan
perekayasaan, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Upaya
pengembangan teknologi masih sanat berat kita lakukan dan bahkan sebagian besar
industri di negeri kita belum mampu melakukannya, karena itu upaya litbang
terapan harus kita dorong, dengan pemberian fasilitas fiscal.
3. Pengembangan
industri kecil
Khusus dalam sektor industri kecil, setiap
tahun selalu tumbuh dan berkemabgn usaha kecil, walaupun sebagian besar lemah.
Tumbuh dan berkembangnya ini perlu kita kita syukuri dn karenanya kita harus
memantapkan system pembinaannya, antara lain dengan penekanan pemecahan masalah
pemasaran melalui kemitraan. Serta bimbingan teknis dan permodalan dengan
dukungan perbankan.
4. Pengembangan
ekspor hasil industri.
Pengembangan ekspor hasil industri dengan
upaya meningkatkan daya saing secara kontinyu agar peranan ekspor hasil
industri semakin meningkat. Pengembangan ekspor hasil industri dilandaai atas
pola broad based/spectrum.
5. Pengembangan litbang terapan, rancang
bangun dan perekayasaan, serta perangkat lunak
Kebijakan lain yang diperlukan adalah
Pengembangan litbang terapan, rancang bangun dan perekayasaan, serta
pengembangan sistem perangkat lunak lainnya dalam arti luas, baik untuk
pembuatan mesin, mesin peralatan pabrik, pembuatan pabri secar utuh, maupun
untuk mengembangkan industri elektronika.
6. Pengembangan
kewiraswastaan dan tenga profesi
Hal terakhir dalam arah kebijakan strategi
utama adalah perlunya pengembangan kewiraswastaan dan tenaga profesi termasuk
para manajer, enaga ahli, tenaga trampil, terdidik, dan sebagainya.
b. Kebijakan strategis penunjang
1. Perlunya
peletakan landasan hukum dan peraturan perundang undangan untuk mengatur,
membina, dan mengembagnkan industri nasional. (UU Nomor 5 tahun 1984 tentang
perindustrian dan peraturan-peraturan pelaksanaannya).
2. Diadakannya
pengelompokkan industri nasional dalam tiga kelompok utama, yaitu industri
dasar, Aneka Industri, dan Industri Kecil, lengkap misi, pilihan penggunaan
pendekatan, apakah padat karya atau padat modal, sehingga memudahkan
penggunaanya.
3. Ditingkatkannya
pelaksanaan program keterkaitan secara luas dan saling menguntungkan, saling
menunjang baik antara industri kecil, industri menengah, dan industi besar.
Antar Industri Hilir, Industri antara, dan Industri Hulu maupun antara sektor
ekonomi dengan sektor lainnya. Supaya pelaksanaan program keterkaitan ini akan
mampu meningkatkan nilai tambah dan diharapkan secara bertahap dapat
memperkokoh dasar – dasar bagi perkembangan perekonomian nasional.
4. Pemanfaatan
secara efektif pasar dalam negeri yang dapat merupakan landasan kuat untuk
pelaksaan program ekspor.
5. Peningkatan
kemampuan dunia usaha.
c. Langkah operasional
Dalam melaksanakan kebijakan strategis perlu ditempuh
langkah – langkah operasional yang mencakup langkah makro, langkah mikro,
keterpaduan, dan pemantauan.
-
Langkah makro
Langkah operasional makro pada dasarnya
merupakan upaya untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan
industri. Implementasi langkah tersebut akan dilakukan melalui rangkaian
langkah – langkah kebijakan deregulasi dan debirikrasi yang dinamis dan
berkelanjutan. Ini dilakukan dengan bentuk – bentuk antara lain.
•
Stabilitas moneter dan dukungan perbankan
•
Dukungan kebijakan fiskal
•
Penurunan tarif hingga akhirnya mencapai 0%
serta penghapusan hambatan dan tarif dan monopoli
•
Deregulasi kepabeanan dan tataniaga
•
Pengaturan tataruang wilayah industri antara
lain dengan penyediaan zona industri, kawasan industri, kawasan terikat,
entreport, cluster, serta industri kecil
•
Penyediaan informasi industri, utamanya untuk
pengusaha UKM
•
Penerapan standarisasi industry
- Langkah
mikro
Langkah operasional mikro berupa pembinaan
dan pengembangan industri dengan pendekatan komoditi atau cabang industri
dengan memperlihatkan aspek keterkaitan secara luas dan sejauh mungkin
dilandasi dengan studi nasional sekaligus membeikan dorongan kepada dunia usaha
untuk meningkatkan profesionalisme agar dapat memanfaatkan peluang yang tumbuh.
Berdasarkan
studi nasional komoditi atau cabang industri dapat dikembangkan strategi yang
tepat untuk ditempuh dalam mengembangkan komoditi atau cabang industri yang
bersangkutan yang mencakup: peluang pasar baik dalam negeri maupun eksport,
potensi kebijakan kemanfaatan sumberdaya alam yang akan diolah, arahan
pengembangan industri yang bersangkutan, penggunaan teknologi, serta langkah –
langkah promosi investasi, sehingga dunia usaha tertarik untuk menanamkan
modalnya (Hartanto, 2006:)
2.8 Alternatif Strategi
Industrialisasi
Selain meningkatkan kesempatan kerja, ada tiga tujuan penting lainnya dari
industrialisasi yang harus dicapai,yaitu sebagai berikut:
1. Menciptakan
atau meningkatkan nilai tambah ekonomi, yakni nilai tambah dari semua sektor ekonomi
yang ada, termasuk industri, pertanian dan pertambangan.
2. Meningkatkan
efisiensi ekonomi.
3. Mengurangi
ketergantungan pada impor.
Dalam
memilih alternatif strategi industrialisasi yang tepat untuk diterapkan di
Indonesia untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, ada sejumlah aspek yang harus
diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
1. Melihat
kenyataan bahwa ada dua sektor ekonomi yang besar di mana Indonesia memiliki
keunggulan komparatif atas sektor-sektor tersebut, yaitu pertanian dan
pertambangan, maka dalam proses industrialisasi harus dibangun / dikembangkan
keterkaitan produksi ke depan dan ke belakang antara kedua sektror primer
tersebut dengan sektro industri manufaktur.
2. Selain
dengan dua sektor primer,juga harus dibangun / dikembangkan keterkaitan produksi
antara sektor industri manufaktur denagn sektor-sektor sekunder lainnya dan
sektor tersier. Di samping itu, juga harus dibangun / dikembangkan keterkaitan
produksi di dalam sektor industri manufaktur antarsubsektor / kelompok industri
dan antar unit produksi dari skala yang berbeda di dalam setiap kelompok
industri.
3. Strategi
industrialisasi yang tepat bagi Indonesia adalah yang memfokuskan pada
perkembangan kelompok-kelompok industri berikut :
a) Industri – industri yang memakai komoditas
–komoditas pertanian dan pertambangan sebagai bahan baku utama. Strategi ini
akan menghasilkan berbagai jenis downstream industries di dalam negeri yang
berdaya saing tinggi.
b)
Industri- industri mesin, alat-alat produksi,
komponen, spare part, dan material- material lain. Strategi in akan
menghasilkan supporting industries atau meadstream industries yang berarti akan
mengurangi ketergantungan sektor-sektor ekonomi di dalam negeri terhadap impor.
Ini yang dimaksud dengan pendalaman basis industri.
1. Industri-industri yang outward looking-
oriented. Ini tidak arus berarti bahwa yang dibangun hanya industri-industri
yang menghasilkan barang-barang untuk tujuan ekspor, tetapi juga
industri-industri yang membuat barang-barang untuk kebutuhan pasar domestic
dengan daya saing global yang tinggi sehingga mampu bersaing dengan
barang-barang impor dalam system mekanisme pasar bebas.
2. Dalam strategi
pengembangan / pembangunan industri yang berorientasi ekspor, hal pertama yang
perlu dikembangkan adalah industri-industri yang padat karya.
3. Setelah Indonesia
siap, terutama dalam hal SDM, teknologi, dan knowkedge. Akan tetapi, ini tidak
harus berarti bahwa Indonesia harus mengembangkan industri –industri
berteknologi tinggi, melainkan yang harus dikembangkan adalah industri-industri
yang mana Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif;
dan ini tidak harus selalu berarti industri-industri yang padat modal atau
berteknologi canggih.
4. Pengembangan
sektor industri manufaktur harus berdasarkan spesialisasi berdasarkan
faktor-faktor keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia dan faktor-faktor
keunggulan kompetitif yang dapat dikembangkan; tidak lagi industrialisasi
berspektrum luas ( broad based industry ) seperti pada zaman pemerintahan orde
baru.
5. Industrialisasi
harus memberi dampak positif terhadap saldo neraca pembayaran, khususnya saldo
neraca perdagangan, tidak hanya dengan cara meningkatkan ekspor barang-barang
dengan nilai tambah tinggi ( manufaktur ), tetapi juga dengan cara mengurangi
impor.
6. Industrialisasi
harus mendukung potensi daerah, yang sekaligus mendukung pelaksanaan otonomi
daerah. Industrialisasi tidak boleh lagi terpusatkan hanya di jawa, tetapi
harus menyebar ke wilayah-wilayah di luar jawa. Akan tetapi penyebaran tersebut
harus tetap memegang pada prinsip “optimal location’; penempatan suatu industri
di suatu lokasi yang strategis dengan total biaya paling minimum, yang mencakup
biaya – biaya transportasi, informasi , pengadaan bahan baku, produksi,
distribusi, dan lain-lain.
7. Strategi
industrialisasi yang tepat adalah yang bisa meningkatkan kemampuan perusahaan-perusahaan local / nasional dalam produksi, mengembangkan teknologi
dan produk dengan merek sendiri, serta membangun jaringan distribusi global
sehingga dapat mengurangi ketergantungan pembangunan industri nasional terhadap
investasi asing ( PMA ).
8. Industrialisasi
harus menciptakan atau mempercepat proses pendalaman struktur industri (
diversifikasi ).
9. Pola
industrialisasi juga harus berorientasi pada peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, tentu tanpa mengurangi tingkat efisiensi dan
produktivitas. Artinya, perkembangan sektor industri manufaktur harus
menciptakan kesempatan kerja, tetapi tidak semata- mata hanya berlandaskan pada
prinsip full employment, melainkan produvtive employment, yakni menciptakan
kesempatan kerja sebanyak mungkin tetapi produktif. Ini tidak berarti bahwa
semua industri harus padat karya, tetapi harus ada pemilihan industri-industri
menurut intensitas pemakaian tenaga kerja dan modal. Ada jenis- jenis industri
( atau bagian-bagian tertentu dalam suatu proses produksi ) yang memang tidak
bisa dilakukan metode produksi yang padat karya, dan ini tidak harus berarti
dampaknya sangat kecil terhadap kesempatan kerja. Melalui total keterkaitan
produksi ( keterkaitan langsung plus tidak langsung ) ke depan dan ke belakang
dari industri yang padat modal tersebut dengan industri – industri yang lain
yang padat karya akan menciptakan total employment effect yang besar. Selain
meningkatkan kesempatan kerja, demi tujuan pemerataan, lokasi pembangunan
industri juga harus diusahakan menyebar ke seluruh pelosok tanah air.
10. Jenis-jenis
insentif yang akan diberikan oleh pemerintah dengan maksud untuk mendukung
proses industrialisasi harus yang bisa dibuktikan memiliki social cost
effectiveness-nya yang tinggi, artinya social benefit lebih besar daripada
social cost-nya. Selain itu, kebijakan ini harus transparan, bersifat
sementara, dan dalam pelaksanaannya harus konsisten denagn ketetapan pemerintah
yang ada.
Dari uraian di atas, jelas bahwa untuk dapat
melaksanakan pola industrialisasi yang tepat di Indonesia dengan memperhatikan
aspek-aspek tersebut, diperlukan sarana dan prasarana, terutama penyediaan SDM
( termasuk wiraswasta, manajer, tenaga ahli, tenaga terampil, tenaga terdidik,
dan sebagainya ) dengan kualitas tinggi sesuai dengan kebutuhan saat ini dan
yang akan datang; teknologi yang tepat guna dan infrastruktur fisik dan
nonfisik ( termasuk kelembagaan ).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Industri
merupakan suatu unit ekonomi yang kegiatannya mengelolah barang mentah menjadi
barang setengah jadi dan/atau barang jadi yang mempunyai nilai ekonomis yang
lebih tinggi.
Kemajuan
serta berkembangnya industri-industri baru di berbagai belahan dunia sekarang
ini menjadikan salah satu tantangan baru serta motivasi baru di Negara
berkembang seperti Indonesia. Mengapa tidak? Berkembangnya industri di Negara
maju menjadikan Indonesia untuk terus berinovasi, berkretifitas, dan selalu aktif
dalam mencari berbagai informasi tentang industri itu sendiri.
Perkembangan
jaman yang menuntut Negara kita untuk terus meningkatkan persaingan dibidang
industri menjadikan manusia Indonesia baik itu pemerintah, serta masyarakat
untuk terus menciptakan strategi baru dalam menghadapi berbagai persaingan
tersebut.
Alternatif Strategi Industrialisasi
a. Menciptakan
atau meningkatkan nilai tambah ekonomi, yakni nilai tambah dari semua sektor
ekonomi yang ada, termasuk industri, pertanian dan pertambangan.
b. Meningkatkan
efisiensi ekonomi.
c. Mengurangi
ketergantungan pada impor.
3.2 Saran
Era
perkembangan dan persaingan industri yang semakin meningkat. Di mana sekarang
perkembangan serta kemajuan suatu Negara lebih di tentukan oleh
industri-industri yang dimiliki. Begitu juga dengan Negara kita. Pemerintah
sebagai pihak yang lebih menentukan berbagai kebijakan dalam perspektif
industri harus lebih serius dalam menangani persaingan industri secara global
dan kita sebagai bagian dari masyarakat yang turut campur tangan dalam
persaingan tersebut harus lebih mampu berekspresi, berkarya, dan terus
berinovasi terhadap hasil produksi yang lebih mampu bersaing dan berkualitas.
Post a Comment for "MAKALAH EKONOMI INDUSTRI"